Medan | Tajamnews.co.id —
Aroma ketidakberesan dalam proses Pemilihan Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) periode 2026–2031 akhirnya diendus pemerintah pusat. Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) melalui Inspektorat Jenderal secara resmi turun tangan untuk mengklarifikasi dugaan pelanggaran serius dilaporkan oleh Forum Penyelamat Universitas Sumatera Utara (FP-USU) bersama Ikatan Alumni (IKA) USU.
Langkah ini bukan sekadar formalitas.
Surat Inspektorat tertanggal 9 Oktober 2025 ditujukan kepada Wakil Rektor II USU memerintahkan kampus menyerahkan sederet dokumen penting, mulai dari SK Senat Akademik dan MWA, SK Panitia Pilrek, Statuta USU, hingga notulensi rapat tahapan pemilihan. Pemeriksaan dijadwalkan berlangsung 13–18 Oktober 2025, langsung di lingkungan USU.
Lebih mengejutkan, Kementerian juga meminta dokumen hasil audit BPK RI tentang kelebihan pembayaran dana kuliah tunggal dan remunerasi tidak wajar, serta SK sanksi etik atas dugaan plagiarisme pernah dijatuhkan kepada Rektor aktif, Prof. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si.
Langkah itu menandai keseriusan pemerintah untuk menegakkan integritas dan akuntabilitas di tengah dugaan kuat bahwa proses Pilrek USU telah menyimpang dari norma etik dan hukum administrasi.
Suara Moral dari FP USU
Ketua FP USU, Adv M Taufik Umar Dani Harahap, SH, menyambut kedatangan tim Inspektorat sebagai bentuk hadirnya negara dalam menegakkan marwah akademik.
> “Langkah ini bukti bahwa suara moral masih didengar. Universitas Negeri tidak boleh dibiarkan tenggelam dalam praktik pencedera kejujuran dan integritas ilmiah. Kami hanya menuntut satu hal, agar USU kembali menjadi rumah ilmu pengetahuan bersih dari intrik politik,” ujarnya, Sabtu (11/10/2025).
Menurut Taufik, laporan FP USU tidak diarahkan untuk menjatuhkan figur tertentu, tetapi untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan tinggi kini dinilai kian terpolarisasi oleh kepentingan kekuasaan.
Dugaan Manipulasi dan Intervensi
FP USU menyebut, sejumlah indikasi pelanggaran terungkap sejak tahap awal Pilrek.
Mulai dari calon kedapatan memfoto surat suara saat pemungutan, hingga dugaan intervensi pejabat aktif terhadap keputusan MWA dan Senat Akademik.
Bagi FP USU, itu bukan sekadar pelanggaran teknis, melainkan krisis moral dan etika di tubuh lembaga akademik.
> “Kita tidak sedang berbicara tentang administrasi semata, tapi soal moralitas kampus. Bila dibiarkan, USU akan kehilangan jati dirinya sebagai universitas publik independen dan demokratis,” tegas Taufik.
Tuntutan Transparansi Total
FP USU mendesak agar seluruh proses klarifikasi oleh Inspektorat dilakukan terbuka dan dapat diakses publik.
Mereka khawatir, tanpa sorotan masyarakat akan ada upaya penghilangan dokumen dan manipulasi informasi justru memperkeruh suasana.
Selain itu, FP USU menegaskan, apabila terbukti ada pelanggaran etik atau hukum, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi wajib segera mengambil langkah tegas:
membatalkan hasil Pilrek USU dan menunjuk Pelaksana Tugas Rektor (Plt) independen.
> “Ini bukan sekadar soal siapa menang atau kalah, tapi soal marwah universitas negeri. Bila hukum dan etika tidak ditegakkan, maka pendidikan kehilangan maknanya,” tutup Taufik.
Menunggu Keberanian USU
Langkah Inspektorat Jenderal ini menjadi babak baru dalam upaya membersihkan dunia akademik dari praktik politik dan penyalah gunaan wewenang.
Publik kini menunggu, apakah USU berani membuka diri terhadap pemeriksaan atau justru bersembunyi di balik tembok kekuasaan.
Satu hal pasti, kehadiran tim Inspektorat menegaskan pesan penting, integritas akademik tidak boleh ditukar dengan ambisi kekuasaan.
(Lentini Krisna Prananta Sembiring, SE)