Binjai | Tajamnews.co.id —
Penangkapan tiga sekawan SP (34), FYP (21), dan FHBS (24) oleh Satuan Reserse Narkoba Polres Binjai, Kamis malam (2/10/2025), membuka kembali babak lama tentang peredaran narkoba di jalur lintas Binjai–Kuala, wilayah yang dikenal sebagai pintu kecil keluar-masuknya jaringan barang haram antar kabupaten.
Ketiganya diciduk tak jauh dari area pemukiman warga, dengan barang bukti dua paket sabu seberat 8,41 gram yang disembunyikan dalam bungkus rokok Sampoerna. Penyelidikan awal menduga ketiganya merupakan bagian dari rantai distribusi tingkat menengah — bukan pemain besar, namun memiliki akses langsung ke pemasok wilayah Langkat bagian timur.
> “Kita masih dalami jaringan mereka. Modusnya sederhana, tapi rapi. Mereka bergerak malam, berpura-pura nongkrong di pinggir jalan untuk menunggu ‘kode’ pembeli,” ungkap salah satu penyidik yang enggan disebut namanya.
Jalur Sunyi yang Ramai Transaksi
Jalan Binjai–Kuala bukan sekadar lintasan antar daerah. Di beberapa titik gelapnya, transaksi narkoba disebut sering berlangsung cepat: cukup dengan kode SMS atau pesan singkat, kemudian pertemuan berlangsung di lokasi “aman” yang berpindah-pindah.
“Biasanya mereka pakai kendaraan roda dua. Barang disembunyikan dalam bungkus rokok atau minuman plastik. Kalau ada razia, susah dideteksi,” kata seorang warga sekitar yang sering melihat aktivitas mencurigakan di lokasi penangkapan.
Polisi mengakui wilayah ini memang rawan. Jalur tersebut menghubungkan area perkotaan Binjai dengan kawasan perbatasan Langkat yang sulit dijangkau patroli rutin. Sudah tiga kali penangkapan jaringan sabu terjadi di jalur yang sama sepanjang 2024–2025.
Sabu, Ekonomi Cepat di Tengah Sempitnya Lapangan Kerja
Fenomena ini tak bisa dilepaskan dari persoalan sosial-ekonomi. Di sejumlah wilayah Langkat dan Binjai, pekerjaan tetap masih sulit diperoleh, sementara kebutuhan hidup terus menekan. Situasi ini dimanfaatkan oleh jaringan narkoba yang menjanjikan “uang cepat” dengan risiko besar.
> “Banyak pelaku bukan pengguna, tapi tergiur jadi kurir. Mereka dibayar Rp500 ribu sampai Rp1 juta sekali jalan,” ujar AKP Junaidi, Kasi Humas Polres Binjai.
Para kurir biasanya tidak mengenal langsung pemasok besar. Komunikasi hanya dilakukan melalui perantara yang berpindah-pindah nomor. Pola ini membuat rantai distribusi sulit diputus.
Dari Penindakan ke Pencegahan
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, dalam Rakor Integritas Nasional beberapa waktu lalu, sempat menyinggung soal lemahnya pengawasan dan rendahnya integritas di daerah, termasuk dalam penanganan kasus narkotika. Ia menilai bahwa selain penindakan, langkah pencegahan sosial juga harus diperkuat.
Bagi aparat kepolisian, penangkapan tiga sekawan di Binjai hanyalah salah satu potongan kecil dari peta besar perang melawan narkoba. Tapi bagi warga sekitar, peristiwa itu adalah pengingat keras bahwa bahaya sabu sudah masuk ke halaman rumah mereka sendiri.
Penutup: Bayang-Bayang Perang yang Tak Pernah Usai
Kasus ini mungkin segera berakhir di meja pengadilan. Namun, jalur Binjai–Kuala masih tetap menjadi rute “panas” yang perlu pengawasan ekstra. Selama faktor ekonomi, sosial, dan lemahnya kontrol komunitas masih ada, rantai sabu akan terus mencari ruang baru untuk beroperasi.
Polisi berjanji akan menelusuri lebih dalam arah pasokan sabu yang beredar di kawasan perbatasan ini. “Kita tidak berhenti di tiga orang ini. Kita kejar sampai ke atas,” tegas Junaidi.
Perang melawan narkoba di Binjai masih panjang. Tapi malam itu, setidaknya, tiga tangan yang nyaris mengedarkan racun generasi berhasil dihentikan — sebelum lebih banyak anak muda Binjai jatuh menjadi korban.
(Lentini Krisna Prananta Sembiring, SE)