Floating Image
Floating Image
Sabtu, 18 Oktober 2025

BUMN atau Bandar Aset ? Skandal Pengalihan Tanah PTPN I Jadi Ujian Integritas Kejati Sumut


Oleh admintajam
17 Oktober 2025
tentang Hukum
BUMN atau Bandar Aset ? Skandal Pengalihan Tanah PTPN I Jadi Ujian Integritas Kejati Sumut - TajamNews

-

302 views



Medan | Tajamnews.co.id —  
Kasus dugaan korupsi pengelolaan aset milik PT Perkebunan Nusantara I (PTPN I) kembali mengguncang Sumatera Utara. Dua pejabat tinggi Badan Pertanahan Nasional (BPN) resmi ditahan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut), namun desakan publik agar penyidikan merambah ke tubuh internal PTPN I makin menguat.

Ketua Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Peduli Memajukan Sumut (APMPEMUS), Iqbal SH, menilai penahanan dua pejabat BPN tersebut hanyalah permukaan dari kasus besar diduga melibatkan oknum di dalam PTPN I sendiri.

Mereka yang ditahan adalah ASK, mantan Kepala BPN Sumut periode 2022–2024 dan ARL, mantan Kepala BPN Kabupaten Deli Serdang periode 2023–2025. Keduanya diduga menyetujui penerbitan sertifikat hak guna bangunan (HGB) atas nama PT Nusa Dua Propertindo, tanpa memastikan kewajiban perusahaan menyerahkan 20 persen lahan kepada negara sebagaimana diatur dalam ketentuan hukum.

Modus “Kerja Sama Operasi” Diduga Jadi Kedok
  Dari hasil penyelidikan awal, aset seluas 8.077 hektar milik PTPN I Regional I diduga dialihkan melalui skema kerja sama operasi (KSO) antara PT Nusa Dua Propertindo dan PT Ciputra Land.

“Faktanya, setiap pengalihan aset HGU BUMN tidak mungkin terjadi tanpa proses internal, mulai dari direksi, dewan komisaris, hingga persetujuan Kementerian BUMN dan ATR/BPN. Jika sertifikat itu benar terbit, maka hampir mustahil tanpa tanda tangan dari pejabat PTPN I sendiri,” tegas Iqbal di Medan, Kamis (16/10/2025).

Menurut sumber hukum BUMN yang dikutip APMPEMUS, praktik pengalihan aset seperti ini sering dikemas secara administratif sah, namun secara substansi menyimpang.
“Modusnya sederhana. Oknum internal PTPN memberi izin kerja sama dengan swasta, lalu BPN menerbitkan sertifikat baru atas nama perusahaan tersebut. Akibatnya, lahan negara berpindah kepemilikan tanpa mekanisme pelepasan aset resmi,” terang Iqbal.

Dalam kasus ini, PT Nusa Dua Propertindo bersama PT Ciputra Land diduga mengembangkan serta menjual lahan tersebut tanpa memenuhi kewajiban hukum kepada negara.

Tanggung Jawab Internal PTPN Dipertanyakan
  Alih-alih menjaga aset negara, pihak PTPN I dinilai abai dan berpotensi ikut terlibat.
“Aset negara tidak mungkin berpindah tangan tanpa tanda tangan dari internal. Kalau hanya BPN dijadikan tersangka, penegakan hukumnya belum tuntas. Kejati harus berani membuka kotak hitam di tubuh PTPN I,” tegas Iqbal.

Ia menegaskan dasar hukum keterlibatan pihak internal diatur jelas, antara lain:
* UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
* Pasal 2 dan 3, penjerat setiap orang perkaya diri atau pihak lain secara melawan hukum merugikan keuangan negara
* Pasal 55 KUHP tentang penyertaan tindak pidana, penyama hukuman bagi pelaku utama dan pihak pembantu

Peraturan Menteri BUMN No. PER-02/MBU/2010 mewajibkan persetujuan tertulis Menteri BUMN dalam setiap pengalihan aset tetap milik BUMN.

Tanpa izin resmi, transaksi tersebut batal demi hukum.

Kejahatan Sistemik dalam Tubuh BUMN
  APMPEMUS menilai kasus ini bukan insiden tunggal. Modus pengalihan aset dengan kedok kerja sama telah berulang dalam berbagai kasus di BUMN sektor perkebunan dan properti, dari Sumatera hingga Jawa.

“Ini bukan hanya korupsi administratif, tapi pengkhianatan terhadap amanah negara. BUMN dibentuk untuk mengelola aset rakyat, bukan memperdagangkannya lewat tangan mafia bersetelan rapi,” ujar Iqbal.

Menurutnya, lemahnya pengawasan internal dan restu diam-diam dari oknum direksi membuat praktik ini menjadi kejahatan sistemik penggerogot aset negara triliunan rupiah.
“Kalau aparat hanya berani menyentuh ekornya, bukan kepalanya, maka kasus seperti ini akan terus berulang di BUMN lain,” tambahnya.

Desakan Audit dan Koordinasi KPK–BPKP
  Aliansi APMPEMUS mendesak Kejati Sumut untuk:
1. Memperluas penyidikan dengan memanggil seluruh pejabat PTPN I penanda tangan dokumen kerja sama dengan pihak swasta
2. Melakukan audit menyeluruh atas seluruh perjanjian KSO dan pemindah tanganan lahan oleh PTPN I dalam lima tahun terakhir
3. Berkoordinasi dengan KPK dan BPKP guna menghitung secara transparan kerugian negara
4. Membekukan sementara proyek yang melibatkan PT Nusa Dua Propertindo dan PT Ciputra Land sampai proses hukum tuntas

“Publik menunggu keberanian Kejati Sumut. Apakah berani menelusuri sampai ke akar kekuasaan sebenarnya atau kembali berhenti di permukaan?” pungkas Iqbal.

(Rosdiana Br Purba)

Penulis

admintajam

Berita Lainnya dari Hukum