Floating Image
Floating Image
Sabtu, 1 November 2025

Operasi Dumas Fiktif: Modus Licik Pemerasan Dana DAK oleh Oknum Tipidkor Polda Sumut


Oleh admintajam
27 Oktober 2025
tentang Hukum
Operasi Dumas Fiktif: Modus Licik Pemerasan Dana DAK oleh Oknum Tipidkor Polda Sumut - TajamNews

-

675 views



Medan | Tajamnews.co.id —  
Persidangan di ruang Cakra 9 Pengadilan Tipikor Medan, Senin (27/10/2025), menyingkap sisi kelam di tubuh aparat penegak hukum. Brigadir Bayu Sah Benanta Perangin Angin (29), mantan personel Unit 4 Subdit III/Tipidkor Ditreskrimsus Polda Sumut, divonis 5,5 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Majelis hakim diketuai M Yusafrihardi Girsang menilai Bayu terbukti bersalah melanggar Pasal 12 huruf e UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

> “Perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sebagai penegak hukum, seharusnya ia menjadi contoh, bukan justru pelaku,” ujar Girsang dalam amar putusannya.

Hakim menambahkan, tindakannya turut menghambat sarana dan prasarana dunia pendidikan, sebab perasan uang berasal dari anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Pendidikan 2024.

Modus Dumas Fiktif dan Pemerasan Terstruktur
  Fakta persidangan mengungkap, sejak Maret hingga November 2024, Bayu bersama kelompoknya menjalankan skema pemerasan dengan modus pengaduan masyarakat (dumas) fiktif. Laporan itu seolah-olah menuduh para kepala sekolah melakukan korupsi dalam penggunaan DAK.

Bermodal surat resmi berkop kepolisian, para kepala sekolah pun dipanggil dan ditekan untuk menyerahkan “fee proyek” sebesar 20 persen dari total anggaran. Dalam praktiknya, uang disetorkan melalui perantara dengan janji agar kasus fiktif tersebut “tidak naik penyidikan”.

Tercatat, 12 kepala sekolah di Sumatera Utara menjadi korban. Uang hasil pemerasan mencapai Rp4,7 miliar lebih terdiri dari Rp437 juta lebih diterima Bayu langsung, dan Rp4,3 miliar lebih diterima melalui Topan Siregar untuk diserahkan kepada Kompol Ramli Sembiring.

Skandal di Balik Dana Pendidikan
  DAK Fisik 2024 untuk Sumatera Utara mencapai Rp171,13 miliar, dengan porsi terbesar Rp120,95 miliar dialokasikan ke sekolah menengah kejuruan (SMK). Anggaran seharusnya memperkuat mutu pendidikan justru menjadi ladang pemerasan terencana.

“Perbuatan terdakwa mencoreng nama institusi dan merugikan pembangunan pendidikan di Sumut,” tegas hakim.

Jaksa penuntut umum (JPU) sebelumnya menuntut 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan, namun majelis hakim menjatuhkan vonis lebih ringan, yakni 5 tahun 6 bulan.

Hakim juga memberi waktu tujuh hari bagi terdakwa dan penasihat hukumnya untuk menyatakan sikap menerima atau mengajukan banding. Hal serupa juga berlaku bagi penuntut umum.

Ketika Penegak Hukum Jadi Pemeras
  Kasus ini memperlihatkan bagaimana instrumen hukum dapat diselewengkan menjadi alat tekanan ekonomi, terutama terhadap kalangan pendidik tidak memahami mekanisme hukum secara mendalam.
Dalam sistem seharusnya menegakkan keadilan, justru muncul oknum pengguna atribut penegak hukum untuk memeras rakyat kecil.

Lebih jauh, kasus Bayu membuka pertanyaan tentang lemahnya pengawasan internal di tubuh kepolisian serta minimnya perlindungan terhadap tenaga pendidik dalam mengelola dana pendidikan berskala besar.

Di balik vonis 5,5 tahun penjara itu, publik menanti langkah lebih tegas, apakah jaringan pemerasan ini akan diusut hingga ke akar, atau kembali tenggelam di antara tumpukan berkas perkara tipikor lainnya.

(Lentini Krisna Prananta Sembiring, SE)

Penulis

admintajam

Berita Lainnya dari Hukum