Langkat | Tajamnews.co.id — 
Di balik janji manis bekerja sebagai asisten rumah tangga di Malaysia, terselip jebakan perdagangan manusia penjerat perempuan-perempuan dari pedesaan. Kasus ini menimpa Siti Diana Megawati alias Mega, seorang ibu rumah tangga berusia 43 tahun asal Dusun V PJKA, Desa Gohor Lama, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat. Kini, Mega harus mempertanggung jawabkan perbuatannya dengan vonis delapan tahun penjara dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Putusan itu dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Evelyne Napitupulu di ruang sidang Cakra 5, Kamis (23/10/2025) sore. Hakim menyatakan Mega terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana perdagangan orang, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 jo Pasal 10 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Siti Diana Megawati alias Mega dengan pidana penjara selama delapan tahun serta denda Rp200 juta, subsider dua bulan kurungan,” ujar Evelyne saat membacakan amar putusan.
Vonis itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Achmad Yudha Prasetyo dari Kejaksaan Negeri Belawan, menuntut sembilan tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan. Jaksa juga menuntut Mega membayar restitusi senilai Rp1,4 juta kepada dua korban pernah direkrutnya.
Modus Halus Berkedok Penyaluran Kerja
  Dari hasil penyelidikan dan fakta persidangan, Mega diketahui merekrut perempuan-perempuan dari daerah Langkat dan sekitarnya dengan iming-iming pekerjaan legal sebagai asisten rumah tangga (ART) di Malaysia. Ia menjanjikan gaji tinggi, penginapan, serta biaya keberangkatan ditanggung penuh.
Namun saat hendak memberangkatkan tiga calon pekerja pada Senin (3/3/2025), Mega ditangkap petugas dari Polda Sumatera Utara di Jalan Juanda, Medan. Dia tumpangi mobil bersama para korban dihentikan sebelum mencapai Pelabuhan Dumai, titik keberangkatan menuju Malaysia melalui jalur laut.
Dalam penyidikan, terungkap bahwa Mega telah berhasil memberangkatkan satu korban lebih dulu pada Februari 2025, sebelum akhirnya aksinya terbongkar. Dugaan kuat, Mega berperan sebagai penghubung lokal dalam jaringan perekrutan tenaga kerja ilegal lintas negara.
Vonis dan Dampak Sosial
  Majelis hakim menilai, perbuatan Mega telah menimbulkan keresahan dan memperburuk citra tenaga kerja Indonesia di luar negeri. “Keadaan memberatkan, perbuatan terdakwa meresahkan warga. Keadaan meringankan, terdakwa menyesali perbuatannya dan belum pernah dihukum,” ucap hakim Evelyne dalam sidang.
Vonis ini menjadi alarm keras bagi aparat penegak hukum dan masyarakat agar lebih waspada terhadap praktik jalur perekrutan kerja tidak resmi. Fenomena TPPO dengan modus penyaluran ART ke luar negeri masih marak di berbagai daerah, termasuk Sumatera Utara, karena tingginya minat warga mencari penghidupan di negara tetangga.
Refleksi: Harapan Menyesatkan
  Kasus Mega bukan sekadar kisah hukum, tetapi juga cerminan rapuhnya perlindungan sosial dan ekonomi perempuan di daerah. Di tengah sempitnya lapangan kerja dan janji gaji besar di luar negeri, banyak akhirnya terjebak dalam jaringan perdagangan orang.
Kini, Mega menjalani hukumannya di balik jeruji, sementara para korban berjuang memulihkan hidup pernah diguncang janji palsu tentang pekerjaan layak di negeri jiran.
(Lentini Krisna Prananta Sembiring, SE)