Asahan | Tajamnews.co.id —
Dua karyawan FIF Group cabang Kisaran, Kabupaten Asahan, melawan setelah mendapati diri mereka diberhentikan secara tiba-tiba tanpa surat resmi atau pemberitahuan dari manajemen.
Kasus ini mencuat ketika sistem absensi sidik jari (fingerprint) biasa mereka gunakan setiap hari mendadak tidak bisa diakses, menandai berakhirnya status kerja tanpa kejelasan hukum.
Kedua karyawan tersebut adalah Syaiful Andi Putra, Remedial Coordinator dengan masa kerja 15 tahun, dan Zulfan Rusdi, Region Recovery Process Coordinator telah mengabdi selama 7 tahun.
> “Taunya waktu absen kemarin sudah tidak bisa diakses lagi. Saya juga tidak bisa masuk ke sistem karyawan padahal sebelumnya bisa,” ujar Zulfan, Jumat (10/10/2025).
Menurut keduanya, tidak ada surat pemutusan hubungan kerja (PHK), surat peringatan (SP), atau penjelasan resmi apa pun dari pihak manajemen. Bahkan saat mereka mencoba konfirmasi ke pimpinan cabang, jawaban diterima justru tidak menjelaskan apa pun.
> “Saya tanya lewat WA, malah dijawab ‘tetap semangat ya’. Cuma itu saja,” ungkap Syaiful.
Keduanya menduga, pemberhentian diam-diam itu sengaja dilakukan agar mereka terkesan mangkir atau mengundurkan diri, sehingga perusahaan bisa menghindari kewajiban memberikan pesangon sesuai ketentuan.
> “Kami merasa diperlakukan tidak adil. Kalau memang perusahaan ingin memberhentikan kami, harusnya lewat mekanisme resmi dan bertahap, bukan dengan cara seperti ini,” tegas Zulfan.
Merasa hak mereka dilanggar, Syaiful dan Zulfan kini bersiap menempuh jalur hukum. Langkah awal akan diambil adalah meminta mediasi melalui Dinas Ketenaga kerjaan Kabupaten Asahan. Jika tidak ada penyelesaian, mereka siap membawa kasus ini ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Kasus ini kini menjadi perbincangan di kalangan internal karyawan FIF Group. Pasalnya, perusahaan pembiayaan besar di bawah grup Astra itu dikenal memiliki sistem kerja dan tata kelola SDM ketat.
Namun, tindakan pemutusan kerja tanpa prosedur jelas ini dinilai mencederai prinsip hubungan industrial adil dan transparan serta berpotensi mencoreng citra perusahaan di mata publik.
(Lentini Krisna Prananta Sembiring, SE)