Deli Serdang | Tajamnews.co.id —
Bupati Toba, Effendi Sintong Panangian Napitupulu, hadir bersama para kepala daerah se-Sumatera Utara dalam acara Launching Program Universal Health Coverage (UHC) Prioritas – Program Berobat Gratis (Probis) Sumut Berkah dan penyerahan sertifikat penyaluran kurang salur Dana Bagi Hasil (DBH) Provinsi 2024, yang digelar di Grha Bhineka Perkasa Jaya, Deli Serdang, Senin (29/9/2025).
Acara ini menandai dua agenda strategis Pemprov Sumut di bawah kepemimpinan Gubernur Muhammad Bobby Afif Nasution: jaminan kesehatan rakyat dan penguatan fiskal daerah.
UHC Prioritas: Prestasi atau Sekadar Label?
Dengan predikat UHC Prioritas, Pemprov Sumut mengklaim seluruh penduduk sudah terlindungi dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Bobby menyebut capaian ini sebagai Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) untuk kesejahteraan masyarakat.
Namun, Gubernur sendiri mengingatkan agar UHC tidak sekadar dipahami sebagai akses layanan gratis dengan KTP, tetapi juga harus menjamin mutu dan non-diskriminasi. Ia bahkan menegaskan agar rumah sakit tidak lagi menolak pasien dengan alasan kamar penuh.
Pernyataan itu menggarisbawahi realitas di lapangan: meski klaim UHC telah tercapai, potensi kendala layanan dan kualitas masih menghantui. Capaian ini, kata Bobby, “bukan titik final, melainkan titik awal” untuk pembenahan.
Penyerahan DBH: Komitmen atau Tunggakan?
Pada momen yang sama, Pemprov Sumut juga menyerahkan sertifikat penyaluran kurang salur Dana Bagi Hasil (DBH) kepada kabupaten/kota. Langkah ini disebut sebagai penyelesaian kewajiban tahun anggaran 2025, sekaligus bentuk sinergi fiskal provinsi dengan daerah.
Meski diapresiasi, penyaluran DBH juga memunculkan pertanyaan: mengapa penyaluran bisa kurang salur sebelumnya? Apakah mekanisme fiskal provinsi telah efektif, atau justru menambah beban likuiditas kabupaten/kota?
Catatan Kritis
Dua agenda besar ini—UHC Prioritas dan penyaluran DBH—jelas memberi harapan. Namun, pelaksanaan nyata di lapangan akan menentukan apakah kebijakan ini benar-benar menyentuh masyarakat.
Program berobat gratis hanya akan berarti bila layanan medis tidak lagi diskriminatif, dan DBH hanya akan berdaya guna bila penyalurannya tepat waktu dan transparan.
Bagi masyarakat Sumut, yang terpenting bukan sekadar peluncuran program, melainkan jaminan nyata di lapangan.
(Lentini Krisna Prananta Sembiring, SE)