Medan | Tajamnews.co.id —
Jeritan hati seorang istri berubah menjadi laporan ke publik. Rini Agustin, warga Medan, mengungkap dugaan perlakuan sewenang-wenang aparat Polsek Medan Tembung yang disebut menangkap dan menahan suaminya, Anto, atas tuduhan pungutan liar dan ancaman kejahatan seksual tanpa didukung bukti, saksi, surat perintah penangkapan, maupun laporan masyarakat yang sah. Dalam wawancara pada Rabu (3/12/2025) di Medan, Rini secara lantang menyatakan bahwa keluarga mereka kini hidup dalam tekanan psikologis berat akibat perlakuan yang dinilainya sebagai kriminalisasi.
Menurut Rini, sejak sekitar tiga tahun terakhir Anto dikenal para pedagang emas di kawasan setempat sebagai petugas jaga malam sekaligus pengelola kebersihan. Tugasnya menjaga keamanan toko-toko, membersihkan sampah setiap hari, dan memastikan lingkungan tetap aman. Pembayaran jasa disepakati secara sukarela oleh para pedagang sebesar Rp250.000, tanpa paksaan. Bahkan, kata Rini, para pedagang telah membuat surat pernyataan tertulis, ditandatangani bersama, yang menyatakan kegiatan tersebut tidak bermasalah dan tidak pernah dianggap sebagai pungli.
Namun, fakta lapangan mendadak berubah. Anto ditangkap aparat Polsek Medan Tembung dengan tuduhan melakukan pungutan liar. Rini menegaskan, penangkapan dilakukan tanpa menunjukkan surat perintah, tanpa pemanggilan resmi sebelumnya, dan tanpa memperlihatkan adanya laporan masyarakat yang sah. “Tiba-tiba suami saya dibawa, langsung dimasukkan ke dalam sel, tanpa penjelasan apa pun. Kami bahkan tidak diberi kesempatan mengetahui dasar hukumnya,” ungkap Rini.
Tak hanya itu, tuduhan lain yang lebih mengerikan dilekatkan kepada Anto. Ia disebut mengirim pesan suara berisi ancaman sadis yang mengarah pada pembunuhan dan pemerkosaan. Rini menyatakan tuduhan tersebut fitnah keji. Hingga kini tidak pernah ada satu pun bukti rekaman suara yang diperlihatkan, baik oleh polisi yang menangkap maupun oleh pihak yang mengaku menerima ancaman tersebut. “Tidak ada voice note, tidak ada bukti digital, tidak ada saksi. Lalu atas dasar apa suami saya dituding sekejam itu,” ujar Rini dengan suara bergetar.
Rini menambahkan, selama proses di Polsek, suaminya merasa diperlakukan tidak manusiawi. Anto disebut ditekan agar mengakui semua tuduhan agar bisa segera keluar dari sel, meskipun ia bersikeras tidak pernah melakukan perbuatan yang dituduhkan. “Suami saya diminta mengaku agar dilepaskan. Bagaimana mungkin dipaksa mengakui sesuatu yang tidak pernah dilakukan,” kata Rini tegas.
Dampak kasus ini menghantam langsung ke kehidupan keluarga. Rini dan anak-anaknya mengalami gangguan psikologis, rasa takut, malu, serta tekanan mental akibat stigma dan ketidakpastian hukum. Aktivitas harian terganggu, dan keluarga hidup dalam bayang-bayang trauma. “Anak-anak saya ketakutan. Mereka melihat ayahnya dijadikan seolah-olah penjahat besar,” ucap Rini dengan mata berkaca-kaca.
Lebih jauh, Rini menduga ada permainan oknum di balik peristiwa ini. Ia menyebut adanya pihak yang memiliki kepentingan untuk menyingkirkan Anto dari lokasi kerja, lalu memanfaatkan kedekatan dengan oknum aparat untuk merekayasa laporan teror fiktif yang tidak pernah dibuktikan. “Ada yang ingin masuk dan menguasai lokasi, lalu suami saya dikorbankan,” katanya.
Atas kejadian tersebut, Rini bersama keluarga menyatakan tidak menerima dugaan kriminalisasi dan penahanan tanpa dasar hukum yang jelas. Ia menyampaikan permohonan terbuka kepada Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, Kapolri, Menteri Hukum dan HAM, Kapolda Sumatera Utara, serta Kapolresta agar membuka kasus ini secara transparan dan menyeluruh. Ia berharap institusi penegak hukum tidak menjadi alat kepentingan segelintir orang, melainkan tetap berdiri sebagai penjaga keadilan bagi rakyat kecil.
“Kalau hukum masih ada, buktikan. Jangan biarkan polisi dipakai sebagai alat pemuas kepentingan siapa pun,” tegas Rini. Ia meminta agar seluruh prosedur penangkapan Anto diuji, mulai dari legalitas laporan, keberadaan bukti digital ancaman, sampai dugaan pemaksaan pengakuan di dalam sel.
Rini juga meminta perlindungan bagi keluarganya serta pemulihan nama baik suaminya jika terbukti tidak bersalah. Ia menegaskan tidak akan berhenti mencari keadilan hingga kebenaran terungkap dan suaminya terbebas dari semua tuduhan yang dinilainya sebagai fitnah kejam.
“Kami hanya keluarga kecil yang ingin hidup tenang. Jangan rampas itu dengan kebohongan,” tutup Rini dalam wawancara yang penuh emosi tersebut.
(Lentini Krisna Prananta Sembiring, SE)