Medan | Tajamnews.co.id —
Adi Warman Lubis, Ketua Umum DPP TKN Kompas Nusantara, menegaskan bahwa Kepolisian Daerah Sumatera Utara harus segera menyelesaikan dugaan penyanderaan pasien, Mangtur Silitonga, oleh pihak manajemen Rumah Sakit Colombia Asia Aksara Medan. Pernyataan ini disampaikannya saat ditemui di Kantor Sekretariat DPP TKN Kompas Nusantara, Jalan Prof. H.M. Yamin, S.H. No. 202, Medan, pada Senin (10/11/2025) pagi.
Kasus ini muncul setelah keluarga Mangtur melaporkan bahwa pasien tidak diperbolehkan pulang karena adanya kekurangan pembayaran biaya perawatan, meskipun dokter telah menyatakan bahwa kondisi Mangtur sudah membaik dan bisa melanjutkan pemulihan di rumah.
Adi menjelaskan bahwa Mangtur telah menjalani perawatan di RS Colombia Asia Aksara tiga kali dalam satu tahun terakhir, yaitu pada bulan Februari, Maret, dan April 2025. Dalam perawatan terakhir, pihak rumah sakit diduga menolak kepulangan pasien dengan alasan pembayaran belum diselesaikan, meskipun Mangtur merupakan pemegang polis asuransi kesehatan Generali Indonesia dengan manfaat perlindungan hingga sekitar Rp1 miliar per tahun.
"Pihak rumah sakit dan asuransi Generali harus bertanggung jawab. Jangan hanya pintar menagih premi, tetapi saat pasien menuntut haknya justru dipersulit," tegas Adi Warman Lubis.
Sebagai kuasa pendamping pasien, Adi telah melaporkan kasus ini kepada Unit Krimsus Polda Sumut, tetapi menilai penanganannya berjalan lambat dan belum menunjukkan hasil yang konkret. "Sudah hampir enam bulan. Meskipun pihak rumah sakit dan asuransi telah dipanggil, hasilnya nihil. Jika persoalan ini tidak diproses serius, kami siap turun ke jalan menuntut keadilan," ujarnya.
Adi juga menyampaikan bahwa surat sudah disampaikan ke Dinas Kesehatan, Wali Kota Medan, hingga DPRD Medan. Jika tidak ada tanggapan, langkah berikutnya adalah melayangkan surat kepada Menteri Kesehatan, Menteri Hukum dan HAM, bahkan Presiden Prabowo Subianto.
Adi menegaskan bahwa rumah sakit tidak memiliki hak hukum untuk menahan pasien meskipun ada tagihan yang belum dibayar, dan menyatakan bahwa penyelesaian harus dilakukan melalui mekanisme perdata, bukan dengan penahanan pasien. "Kesehatan adalah hak dasar warga negara. Negara tidak boleh kalah dengan praktik semacam ini," tuturnya.
Ia juga meminta Dinas Kesehatan Medan dan Kementerian Kesehatan RI untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan pelayanan RS Colombia Asia Aksara, serta memberikan perlindungan hukum dan kepastian tindakan kepada keluarga Mangtur, mengingat kondisi mental dan fisik pasien membutuhkan lingkungan pemulihan yang layak.
Hingga saat berita ini dinaikkan, pihak RS Colombia Asia Aksara belum memberikan komentar resmi. Kasus ini kini menjadi sorotan publik, terutama terkait etika pelayanan kesehatan dan kepastian hukum dalam penanganan biaya perawatan pasien.
(Lentini Krisna Prananta Sembiring, SE)